Kumpulan Cerita Pesugihan, Ajian Sakti, Pengasihan, Mantra dan Ilmu Pelet Ampuh.

Ajian Pancasona Eyang Joyodigo

loading...

Ajian Pancasona Eyang Joyodigo - Seperti yang telah kita ketahui ajian pancasona merupakan ajian tingkat tinggi yang dimiliki oleh orang zaman dahulu dan sangat terkenal hingga dimunculkan di film salah satunya adalah film angling darma dimana ajian pancasona tersebut dimiliki oleh seorang wanita dan ajian rawa rontek dimiliki seorang pria. Kenapa saya menaitkan tentang ajian pancasona dengan ajian rawa rontek. Karena kedua ajian tersebut sama-sama memiliki kesaktian kanuragan tingkat tinggi yaitu tidak mudah mati, walaupun tanganya terputus maka kembali sembuh lagi asal menyentuh tanah.

Ajian Pancasona Eyang Joyodigo
Ajian pancasona merupakan ilmu yang dapat melindungi tubuh dari segala luka. Yang istilah aji yang berarti ilmu, dan panca-sona yang terdiri dari dua kata yaitu panca berarti lima dan sona berarti tempat. Yang merupakan unsur kekuatan dari lima tempat yaitu bumi, langit, gunung, samudra dan surga.

Ajian Pancasona Eyang Joyodigo

Ajian pancasona sunan kalijaga ? saya belum mengetahui secara detail dengan ajian pancasona milik sunan kalijaga tersebut. dan pada perbincangan kita sekarang ini saya akan membahas tentang ajian pancasona yang dimiliki oleh eyang joyodigo. Kisah eyang joyodigo cukup di kenal di tanah jawa. Berikut ini adalah kisah atau cerita ajian pancasona eyang joyodigo.


Jalan Melati, Blitar, Jawa Timur, terdapat makam tua yang dikenal dengan nama makam Gantung. Pasalnya, makam ini memang dalam posisi tidak menyentuh tanah. Sebab itu, masyarakat Blitar menyebutnya Makam Gantung. Keunikannya, tidak sedikit para peniarah yang pergi makam Bung Karno, menyempatkan diri berjiarah di makam gantung.

Selain mendoakan tokoh sakti tersebut yang makamnya tidak menyentuh tanah, mereka juga ingin menyaksikan keunikan dari makam tersebut. Karena jarak makam Bung Karno dengan makam Gantung, hanya sekitar satu Km saja. Eyang Joyodigo, ialah nama tokoh sakti yang makamnya dibikin tidak menyentuh tanah. Menurut dari juru kunci makam gantung, semasa hidupnya, Eyang Joyodigo terkenal sebagai tokoh pada zamannya yang memiliki ilmu aji pancasona.

Ilmu pancasona merupakan ajian sakti mandraguna karena mati dapat hidup kembali, asal jasad menyentuh di tanah. Karena itu, saat Eyang Joyodigo meninggal pada usia senja, lalu makamnya dibikin tidak menyentuh tanah. Serta jasadnya dimasukan dalam peti besi, lalu disangga empat penyangga yang terbuat dari besi. Karena makam tidak menyentuh tanah, walau jasad Eyang Joyodigo disangga peti besi, masyarakat disitu menyebut sebagai makam gantung. Sedangkan dibawah, dimakamkan para keluarga dari Eyang Joyodigo.

Masih menurut penutur juru kunci, dalam epos Ramayana, ketika itu hanya satu orang mempunyai Aji pancasona. Yaitu saudara kembar Sugriwo bernama Subali. Keduanya, berasal bangsa kera. Akan tetap, karena rayuan Rahwana, lalu ilmu aji pancasona jatuh pada tangah raja dari Ngalengka in. Lantas bagaimana Aji Pancasona dapat dikuasai Eyang Joyodigo?

Menurutnya lagi, pada semasa hidupnya, tokoh tersebut dikenal suka sekali laku tirakat. bermacam ilmu telah dikuasai. Salah satunya aji pancasona. Bahkan gurunya, tidak hanya dari bangsa manusia. Namun ada yang berasal dari bangsa lelembut. Maka tidak heran, apabila Eyang Joyodigo dapat menguasai ilmu aji pancasona yang pemilik aslinya tersebut hanya tinggal cerita.

Eyang Joyodigo semasa hidup telah berguru dengan sosok gaib pemilik pertama aji pancasona tersebut. Laluntas siapa sebenarnya Eyang Joyodigo itu? Sebagaimana yang telah dituturkan Boiran kepada Misteri, Eyang Joyodigo dulunya sahabat dekat dari Pangeran Diponegoro. Tidak hanya sahabat, karena Beliau juga darah biru dari Mataram.

Pada tahun 1825, mimbul perselisihan diantara Belanda sama Pangeran Diponegoro. Penyebab pihak keraton bagi Diponegoro adalah terlalu merendahkan martabatnya. Keraton Yogyakarta, seakan berdiri karena kemurahan hati Belanda. Tidak hanya itu saja, yang membuat darah Diponegoro memanas. Pada aat itu, kekuasaan raja-raja ditanah Jawa selalu dipersempit. Dan ada lagi, kekuasaan raja disamakan dengan kedudukan pengawai tinggi pemerintahan Kolonial. Bahkan juga, pemerintah kolonial sangat jauh mencampuri urusan keraton dengan cara berikut campur dalam pergantian raja.

Lebih menyakitkan lagi bagi Pangeran Diponegoro, pihak Belanda memungut pajak ternak, rumah, jalan, dan hasil bumi pada rakyat jelata. Sebab itu, saat kompeni membuat tanda tapal batas untuk jalan melewati tanah leluhurnya, tanda tapal batas tersebut kemudian langsung dicabut. Dengan begitu, peperangan telah tersulut. Selama masa peperangan berlangsung lima tahun (1825-1830), salah satu pengikut Diponegoro yang setia ialah Eyang Joyodigo. Bersama pangeran Diponegoro, Joyodigo terus melakukan perlawanan pada Belanda.

Tidak hanya sekali, tokoh sakti tersebut tertangkap serta dieksekusi mati oleh Belanda. Tetapi, karena memiliki ajian pancasona saat jasadnya telah dibuang oleh Belanda, Joyodigo kembali hidup tanpa sepengetahuan dari kompeni. Hingga akhirnya, di tahun 1830, Diponegoro ditangkap karena siasat pada pihak kompeni. Akan tetapi walaupun Diponegoro telah diasingkan ke Makasar sesudah tertangkap, bukan berarti darah pejuang dari Joyodigo padam.

Walaupun saat pecah perang Diponegoro, usianya masih menginjak sekitar 30 tahunan. Dia terus melakukan perang gerilya bersama pengikut dari  Diponegoro yang lain tersebut. Tetapi, saat itu pada wilayah Yogyakarta banyak penjagaan oleh kompeni, Joyodigo telah memilih perang gerilya menuju arah timur. Singkat cerita, dalam perjalanan ke arah timur, pada setiap pos Belanda yang lengah, pasti akan diserang. Hingga pada akhirnya, sampailah Beliau di wilayah Blitar. Di kota tersebut, tanpa sepengetahuan pihak penguasa Blitar,J oyodigo terus melakukan perlawanan terhadap Belanda.

Merasa wilayahnya merasa aman dari pemerasan kompeni, lalu Adipati Blitar, mengirim pasukan telik sandi (intel) untuk mencari siapa penyebab yang telah membuat takut kompeni di wilayah Blitar tersebut. Hingga akhirnya, telik sandi yang telah dikirim sang Adipati, menemukan Joyodigo di hutan yang masuk Blitar Selatan. Atas perintah dari sang Adipati Blitar, telik sandi mengundang Beliau untuk datang ke pendopo.

Akan tetapi permintaan utusan Adipati Blitar ditolak secara halus. Alasan karena Joyodigo pada saat itu, masih sibuk dalam melatih laskar untuk mengusir kompeni. Karena tolakan halus dari Beliau tersebut, lalu telik sandi langsung pulang serta melapor kepada Adipati. 2 tahun kemudian, lalu Adipati Blitar kembali untuk mengirim utusan itu. Saat itu, patih di kadipaten Blitar mangkat yang harus segera dicarikan pengganti.

Maksud dari Adipati untuk mengirim utusan yang kedua, supaya Joyodigo bersedia untuk menjadi pati pada kadipaten Blitar. Karena banyak pihak kompeni yang meninggalkan Blitar karena lantara serangan gerilya pasukan Joyodigo, Beliau bersedia menerima tawaran Adipati Blitar. Sebagai keturunan darah biru serta pernah tinggal di keraton, saat ketika diangkat menjadi patih di kadipaten Blitar, Beliau sudah tidak asing lagi dengan pemerintahan. Patih Joyodigo mampu untuk mengambil kebijakan yang cakap.

Hal itulah yang bikin salut Adipati Blitar. Karena kecakapan tersebut, lalu Adipati memberi tanah perdikan yang berada di Jalan Melati kota Blitar. Di tanah perdikan itu, Beliau kemudian membangun sebuah rumah besar untuk keluarganya yang diberi nama Pesanggerahan Joyodigo. Rumah yang didirikan oleh Joyodigo tersebut, hingga sekarang masih berdiri kokoh. Sebagai manusia biasa, walau mempunyai aji pancasona, Eyang Joyodigo akhirnya meninggal dunia pada tahun 1905 pada usianya 100 tahun lebih.

Karena di khawatir akan dapat hidup kembali begitu menyentuh bumi, lalu para kerabat, makam tersebut diusahakan supaya tidak menyentuh ke tanah. Jasad Eyang Joyodigo dimasukkan dalam peti besi, serta peti itu lalu disangga empat tiang juga terbuat dari besi seperti yang terlihat sekarang ini.

Pada usia sudah lebih seratus tahun itu, kan kasihan jika Eyang Joyodigo terus menerus hidup lagi setelah meninggal dunia. Maka sebab itu, makam dibuat menggantung supaya tidak menyentuh ke tanah.  asal usul ajian pancasona Eyang Joyodigo seperti yang kami katakan ditas. Beliau merupakan keturunan dari darah biru Mataram serta pernah menjadi patih pada kadipaten Blitar. Untuk saudara Beliau, mantan bupati Rembang juga suami dari RA. Kartini,” terang juru kunci tersebut yang sudah menjaga makam Eyang Joyodigo lebih dari 20 tahun.

Sebagai makam tokoh sakti pada jaman dahulu, pada ini makam dari Eyang Joyodigo di hari-hari tertentu didatangi oleh para peziarah. Terutama dari kalangan spiritualis. yang beda dengan para peziarah biasa, para spiritualis yang datang ke makam Beliau dengan maksud tertentu. yaitu ingin berguru kepada Eyang Joyodigo melalui cara gaib. Tujuannya, supaya untuk mendapat titisan ilmu aji pancasona. Menurut juru kunci, hingga sampai sekarang ini, tidak ada seorang spiritualis yang berhasil untuk mendapatkan titisan ilmu aji pancasona dari Eyang Joyodigo.

Bagi masyarakat dari Blitar, selain makam proklamator, makam Eyang Joyodigo tersebut juga dikeramatkan. Menurut Boiran, makam Eyang Joyodigo tersebut juga dijaga dua sosok gaib yang berwujud 2 binatang yang besar. Ialah seekor ular sebesar batang pohon, dan seekor harimau loreng sebesar sapi. Menurut lagi, tidak hanya dirinya yang dapat melihat kemunculan dari dua sesosok gaib. Karena tidak sedikit para penjiarah, khususnya dari spiritualis, yang telah melihat dari kemunculan dua sosok gaib berwujud seperti ular serta harimau tersebut.

Masih menurut Boiran, sebetulnya dua sesosok gaib yaitu penjaga makam beliau tersebut, dulunya ialah pengawal pribadi dari Eyang Joyodigo yang semasa hidup berasal dari bangsa lelembut berwujud seperti binatang. Karena kesetiaan pada majikan tersebut, hingga Eyang Joyodigo meninggal dunia, kedua sosok gaib itu masih setia untu menunggu makam majikannya yaitu makam dari Eyang Joyodigo.
Itulah sedikit cerita mengenai kisah ajian pancasona Eyang Joyodigo. Semoga tulisan diatas sebagai wawasan mengenai - Ajian Pancasona Eyang Joyodigo

loading...
Ajian Pancasona Eyang Joyodigo - Seperti yang telah kita ketahui ajian pancasona merupakan ajian tingkat tinggi yang dimiliki oleh orang zaman dahulu dan sangat terkenal hingga dimunculkan di film salah satunya adalah film angling darma dimana ajian pancasona tersebut dimiliki oleh seorang wanita dan ajian rawa rontek dimiliki seorang pria. Kenapa saya menaitkan tentang ajian pancasona dengan ajian rawa rontek. Karena kedua ajian tersebut sama-sama memiliki kesaktian kanuragan tingkat tinggi yaitu tidak mudah mati, walaupun tanganya terputus maka kembali sembuh lagi asal menyentuh tanah.

Ajian Pancasona Eyang Joyodigo
Ajian pancasona merupakan ilmu yang dapat melindungi tubuh dari segala luka. Yang istilah aji yang berarti ilmu, dan panca-sona yang terdiri dari dua kata yaitu panca berarti lima dan sona berarti tempat. Yang merupakan unsur kekuatan dari lima tempat yaitu bumi, langit, gunung, samudra dan surga.

Ajian Pancasona Eyang Joyodigo

Ajian pancasona sunan kalijaga ? saya belum mengetahui secara detail dengan ajian pancasona milik sunan kalijaga tersebut. dan pada perbincangan kita sekarang ini saya akan membahas tentang ajian pancasona yang dimiliki oleh eyang joyodigo. Kisah eyang joyodigo cukup di kenal di tanah jawa. Berikut ini adalah kisah atau cerita ajian pancasona eyang joyodigo.


Jalan Melati, Blitar, Jawa Timur, terdapat makam tua yang dikenal dengan nama makam Gantung. Pasalnya, makam ini memang dalam posisi tidak menyentuh tanah. Sebab itu, masyarakat Blitar menyebutnya Makam Gantung. Keunikannya, tidak sedikit para peniarah yang pergi makam Bung Karno, menyempatkan diri berjiarah di makam gantung.

Selain mendoakan tokoh sakti tersebut yang makamnya tidak menyentuh tanah, mereka juga ingin menyaksikan keunikan dari makam tersebut. Karena jarak makam Bung Karno dengan makam Gantung, hanya sekitar satu Km saja. Eyang Joyodigo, ialah nama tokoh sakti yang makamnya dibikin tidak menyentuh tanah. Menurut dari juru kunci makam gantung, semasa hidupnya, Eyang Joyodigo terkenal sebagai tokoh pada zamannya yang memiliki ilmu aji pancasona.

Ilmu pancasona merupakan ajian sakti mandraguna karena mati dapat hidup kembali, asal jasad menyentuh di tanah. Karena itu, saat Eyang Joyodigo meninggal pada usia senja, lalu makamnya dibikin tidak menyentuh tanah. Serta jasadnya dimasukan dalam peti besi, lalu disangga empat penyangga yang terbuat dari besi. Karena makam tidak menyentuh tanah, walau jasad Eyang Joyodigo disangga peti besi, masyarakat disitu menyebut sebagai makam gantung. Sedangkan dibawah, dimakamkan para keluarga dari Eyang Joyodigo.

Masih menurut penutur juru kunci, dalam epos Ramayana, ketika itu hanya satu orang mempunyai Aji pancasona. Yaitu saudara kembar Sugriwo bernama Subali. Keduanya, berasal bangsa kera. Akan tetap, karena rayuan Rahwana, lalu ilmu aji pancasona jatuh pada tangah raja dari Ngalengka in. Lantas bagaimana Aji Pancasona dapat dikuasai Eyang Joyodigo?

Menurutnya lagi, pada semasa hidupnya, tokoh tersebut dikenal suka sekali laku tirakat. bermacam ilmu telah dikuasai. Salah satunya aji pancasona. Bahkan gurunya, tidak hanya dari bangsa manusia. Namun ada yang berasal dari bangsa lelembut. Maka tidak heran, apabila Eyang Joyodigo dapat menguasai ilmu aji pancasona yang pemilik aslinya tersebut hanya tinggal cerita.

Eyang Joyodigo semasa hidup telah berguru dengan sosok gaib pemilik pertama aji pancasona tersebut. Laluntas siapa sebenarnya Eyang Joyodigo itu? Sebagaimana yang telah dituturkan Boiran kepada Misteri, Eyang Joyodigo dulunya sahabat dekat dari Pangeran Diponegoro. Tidak hanya sahabat, karena Beliau juga darah biru dari Mataram.

Pada tahun 1825, mimbul perselisihan diantara Belanda sama Pangeran Diponegoro. Penyebab pihak keraton bagi Diponegoro adalah terlalu merendahkan martabatnya. Keraton Yogyakarta, seakan berdiri karena kemurahan hati Belanda. Tidak hanya itu saja, yang membuat darah Diponegoro memanas. Pada aat itu, kekuasaan raja-raja ditanah Jawa selalu dipersempit. Dan ada lagi, kekuasaan raja disamakan dengan kedudukan pengawai tinggi pemerintahan Kolonial. Bahkan juga, pemerintah kolonial sangat jauh mencampuri urusan keraton dengan cara berikut campur dalam pergantian raja.

Lebih menyakitkan lagi bagi Pangeran Diponegoro, pihak Belanda memungut pajak ternak, rumah, jalan, dan hasil bumi pada rakyat jelata. Sebab itu, saat kompeni membuat tanda tapal batas untuk jalan melewati tanah leluhurnya, tanda tapal batas tersebut kemudian langsung dicabut. Dengan begitu, peperangan telah tersulut. Selama masa peperangan berlangsung lima tahun (1825-1830), salah satu pengikut Diponegoro yang setia ialah Eyang Joyodigo. Bersama pangeran Diponegoro, Joyodigo terus melakukan perlawanan pada Belanda.

Tidak hanya sekali, tokoh sakti tersebut tertangkap serta dieksekusi mati oleh Belanda. Tetapi, karena memiliki ajian pancasona saat jasadnya telah dibuang oleh Belanda, Joyodigo kembali hidup tanpa sepengetahuan dari kompeni. Hingga akhirnya, di tahun 1830, Diponegoro ditangkap karena siasat pada pihak kompeni. Akan tetapi walaupun Diponegoro telah diasingkan ke Makasar sesudah tertangkap, bukan berarti darah pejuang dari Joyodigo padam.

Walaupun saat pecah perang Diponegoro, usianya masih menginjak sekitar 30 tahunan. Dia terus melakukan perang gerilya bersama pengikut dari  Diponegoro yang lain tersebut. Tetapi, saat itu pada wilayah Yogyakarta banyak penjagaan oleh kompeni, Joyodigo telah memilih perang gerilya menuju arah timur. Singkat cerita, dalam perjalanan ke arah timur, pada setiap pos Belanda yang lengah, pasti akan diserang. Hingga pada akhirnya, sampailah Beliau di wilayah Blitar. Di kota tersebut, tanpa sepengetahuan pihak penguasa Blitar,J oyodigo terus melakukan perlawanan terhadap Belanda.

Merasa wilayahnya merasa aman dari pemerasan kompeni, lalu Adipati Blitar, mengirim pasukan telik sandi (intel) untuk mencari siapa penyebab yang telah membuat takut kompeni di wilayah Blitar tersebut. Hingga akhirnya, telik sandi yang telah dikirim sang Adipati, menemukan Joyodigo di hutan yang masuk Blitar Selatan. Atas perintah dari sang Adipati Blitar, telik sandi mengundang Beliau untuk datang ke pendopo.

Akan tetapi permintaan utusan Adipati Blitar ditolak secara halus. Alasan karena Joyodigo pada saat itu, masih sibuk dalam melatih laskar untuk mengusir kompeni. Karena tolakan halus dari Beliau tersebut, lalu telik sandi langsung pulang serta melapor kepada Adipati. 2 tahun kemudian, lalu Adipati Blitar kembali untuk mengirim utusan itu. Saat itu, patih di kadipaten Blitar mangkat yang harus segera dicarikan pengganti.

Maksud dari Adipati untuk mengirim utusan yang kedua, supaya Joyodigo bersedia untuk menjadi pati pada kadipaten Blitar. Karena banyak pihak kompeni yang meninggalkan Blitar karena lantara serangan gerilya pasukan Joyodigo, Beliau bersedia menerima tawaran Adipati Blitar. Sebagai keturunan darah biru serta pernah tinggal di keraton, saat ketika diangkat menjadi patih di kadipaten Blitar, Beliau sudah tidak asing lagi dengan pemerintahan. Patih Joyodigo mampu untuk mengambil kebijakan yang cakap.

Hal itulah yang bikin salut Adipati Blitar. Karena kecakapan tersebut, lalu Adipati memberi tanah perdikan yang berada di Jalan Melati kota Blitar. Di tanah perdikan itu, Beliau kemudian membangun sebuah rumah besar untuk keluarganya yang diberi nama Pesanggerahan Joyodigo. Rumah yang didirikan oleh Joyodigo tersebut, hingga sekarang masih berdiri kokoh. Sebagai manusia biasa, walau mempunyai aji pancasona, Eyang Joyodigo akhirnya meninggal dunia pada tahun 1905 pada usianya 100 tahun lebih.

Karena di khawatir akan dapat hidup kembali begitu menyentuh bumi, lalu para kerabat, makam tersebut diusahakan supaya tidak menyentuh ke tanah. Jasad Eyang Joyodigo dimasukkan dalam peti besi, serta peti itu lalu disangga empat tiang juga terbuat dari besi seperti yang terlihat sekarang ini.

Pada usia sudah lebih seratus tahun itu, kan kasihan jika Eyang Joyodigo terus menerus hidup lagi setelah meninggal dunia. Maka sebab itu, makam dibuat menggantung supaya tidak menyentuh ke tanah.  asal usul ajian pancasona Eyang Joyodigo seperti yang kami katakan ditas. Beliau merupakan keturunan dari darah biru Mataram serta pernah menjadi patih pada kadipaten Blitar. Untuk saudara Beliau, mantan bupati Rembang juga suami dari RA. Kartini,” terang juru kunci tersebut yang sudah menjaga makam Eyang Joyodigo lebih dari 20 tahun.

Sebagai makam tokoh sakti pada jaman dahulu, pada ini makam dari Eyang Joyodigo di hari-hari tertentu didatangi oleh para peziarah. Terutama dari kalangan spiritualis. yang beda dengan para peziarah biasa, para spiritualis yang datang ke makam Beliau dengan maksud tertentu. yaitu ingin berguru kepada Eyang Joyodigo melalui cara gaib. Tujuannya, supaya untuk mendapat titisan ilmu aji pancasona. Menurut juru kunci, hingga sampai sekarang ini, tidak ada seorang spiritualis yang berhasil untuk mendapatkan titisan ilmu aji pancasona dari Eyang Joyodigo.

Bagi masyarakat dari Blitar, selain makam proklamator, makam Eyang Joyodigo tersebut juga dikeramatkan. Menurut Boiran, makam Eyang Joyodigo tersebut juga dijaga dua sosok gaib yang berwujud 2 binatang yang besar. Ialah seekor ular sebesar batang pohon, dan seekor harimau loreng sebesar sapi. Menurut lagi, tidak hanya dirinya yang dapat melihat kemunculan dari dua sesosok gaib. Karena tidak sedikit para penjiarah, khususnya dari spiritualis, yang telah melihat dari kemunculan dua sosok gaib berwujud seperti ular serta harimau tersebut.

Masih menurut Boiran, sebetulnya dua sesosok gaib yaitu penjaga makam beliau tersebut, dulunya ialah pengawal pribadi dari Eyang Joyodigo yang semasa hidup berasal dari bangsa lelembut berwujud seperti binatang. Karena kesetiaan pada majikan tersebut, hingga Eyang Joyodigo meninggal dunia, kedua sosok gaib itu masih setia untu menunggu makam majikannya yaitu makam dari Eyang Joyodigo.
Itulah sedikit cerita mengenai kisah ajian pancasona Eyang Joyodigo. Semoga tulisan diatas sebagai wawasan mengenai - Ajian Pancasona Eyang Joyodigo
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related :

loading...