loading...
Ajian Pancasona Eyang Joyodigo - Seperti yang
telah kita ketahui ajian pancasona merupakan ajian tingkat tinggi yang dimiliki
oleh orang zaman dahulu dan sangat terkenal hingga dimunculkan di film salah
satunya adalah film angling darma dimana ajian pancasona tersebut dimiliki oleh seorang wanita dan ajian rawa rontek
dimiliki seorang pria. Kenapa saya menaitkan tentang ajian pancasona dengan ajian rawa rontek. Karena kedua ajian
tersebut sama-sama memiliki kesaktian kanuragan tingkat tinggi yaitu tidak
mudah mati, walaupun tanganya terputus maka kembali sembuh lagi asal menyentuh
tanah.
Ajian pancasona merupakan ilmu yang dapat melindungi
tubuh dari segala luka. Yang istilah aji yang berarti ilmu, dan panca-sona yang
terdiri dari dua kata yaitu panca berarti lima dan sona berarti tempat. Yang
merupakan unsur kekuatan dari lima tempat yaitu bumi, langit, gunung, samudra
dan surga.
Ajian Pancasona Eyang Joyodigo
Ajian pancasona sunan kalijaga ? saya belum mengetahui secara detail dengan ajian pancasona milik sunan kalijaga tersebut. dan pada perbincangan kita sekarang ini saya akan membahas tentang ajian pancasona yang dimiliki oleh eyang joyodigo. Kisah eyang joyodigo cukup di kenal di tanah jawa. Berikut ini adalah kisah atau cerita ajian pancasona eyang joyodigo.
Ajian pancasona sunan kalijaga ? saya belum mengetahui secara detail dengan ajian pancasona milik sunan kalijaga tersebut. dan pada perbincangan kita sekarang ini saya akan membahas tentang ajian pancasona yang dimiliki oleh eyang joyodigo. Kisah eyang joyodigo cukup di kenal di tanah jawa. Berikut ini adalah kisah atau cerita ajian pancasona eyang joyodigo.
Simak Juga : Ajian Macan Putih dari Prabu Siliwangi
Jalan Melati,
Blitar, Jawa Timur, terdapat makam tua yang dikenal dengan nama makam Gantung. Pasalnya,
makam ini memang dalam posisi tidak menyentuh tanah. Sebab itu, masyarakat
Blitar menyebutnya Makam Gantung. Keunikannya, tidak sedikit para peniarah yang
pergi makam Bung Karno, menyempatkan diri berjiarah di makam gantung.
Selain mendoakan
tokoh sakti tersebut yang makamnya tidak menyentuh tanah, mereka juga ingin
menyaksikan keunikan dari makam tersebut. Karena jarak makam Bung Karno dengan
makam Gantung, hanya sekitar satu Km saja. Eyang Joyodigo, ialah nama tokoh
sakti yang makamnya dibikin tidak menyentuh tanah. Menurut dari juru kunci
makam gantung, semasa hidupnya, Eyang Joyodigo terkenal sebagai tokoh pada
zamannya yang memiliki ilmu aji pancasona.
Ilmu pancasona merupakan ajian sakti mandraguna
karena mati dapat hidup kembali, asal jasad menyentuh di tanah. Karena itu, saat
Eyang Joyodigo meninggal pada usia senja, lalu makamnya dibikin tidak menyentuh
tanah. Serta jasadnya dimasukan dalam peti besi, lalu disangga empat penyangga
yang terbuat dari besi. Karena makam tidak menyentuh tanah, walau jasad Eyang
Joyodigo disangga peti besi, masyarakat disitu menyebut sebagai makam gantung.
Sedangkan dibawah, dimakamkan para keluarga dari Eyang Joyodigo.
Masih menurut penutur
juru kunci, dalam epos Ramayana, ketika itu hanya satu orang mempunyai Aji pancasona. Yaitu saudara kembar
Sugriwo bernama Subali. Keduanya, berasal bangsa kera. Akan tetap, karena
rayuan Rahwana, lalu ilmu aji pancasona jatuh pada tangah raja dari Ngalengka in. Lantas bagaimana Aji Pancasona dapat
dikuasai Eyang Joyodigo?
Menurutnya lagi, pada
semasa hidupnya, tokoh tersebut dikenal suka sekali laku tirakat. bermacam ilmu
telah dikuasai. Salah satunya aji pancasona. Bahkan gurunya, tidak hanya dari bangsa manusia. Namun ada yang
berasal dari bangsa lelembut. Maka tidak heran, apabila Eyang Joyodigo dapat
menguasai ilmu aji pancasona yang
pemilik aslinya tersebut hanya tinggal cerita.
Eyang Joyodigo
semasa hidup telah berguru dengan sosok gaib pemilik pertama aji pancasona tersebut. Laluntas
siapa sebenarnya Eyang Joyodigo itu? Sebagaimana yang telah dituturkan Boiran
kepada Misteri, Eyang Joyodigo dulunya sahabat dekat dari Pangeran Diponegoro. Tidak
hanya sahabat, karena Beliau juga darah biru dari Mataram.
Pada tahun 1825, mimbul
perselisihan diantara Belanda sama Pangeran Diponegoro. Penyebab pihak keraton
bagi Diponegoro adalah terlalu merendahkan martabatnya. Keraton Yogyakarta,
seakan berdiri karena kemurahan hati Belanda. Tidak hanya itu saja, yang
membuat darah Diponegoro memanas. Pada aat itu, kekuasaan raja-raja ditanah
Jawa selalu dipersempit. Dan ada lagi, kekuasaan raja disamakan dengan
kedudukan pengawai tinggi pemerintahan Kolonial. Bahkan juga, pemerintah
kolonial sangat jauh mencampuri urusan keraton dengan cara berikut campur dalam
pergantian raja.
Lebih menyakitkan
lagi bagi Pangeran Diponegoro, pihak Belanda memungut pajak ternak, rumah, jalan,
dan hasil bumi pada rakyat jelata. Sebab itu, saat kompeni membuat tanda tapal
batas untuk jalan melewati tanah leluhurnya, tanda tapal batas tersebut
kemudian langsung dicabut. Dengan begitu, peperangan telah tersulut. Selama masa
peperangan berlangsung lima tahun (1825-1830), salah satu pengikut Diponegoro
yang setia ialah Eyang Joyodigo. Bersama pangeran Diponegoro, Joyodigo terus
melakukan perlawanan pada Belanda.
Tidak hanya
sekali, tokoh sakti tersebut tertangkap serta dieksekusi mati oleh Belanda. Tetapi,
karena memiliki ajian pancasona saat
jasadnya telah dibuang oleh Belanda, Joyodigo kembali hidup tanpa sepengetahuan
dari kompeni. Hingga akhirnya, di tahun 1830, Diponegoro ditangkap karena
siasat pada pihak kompeni. Akan tetapi walaupun Diponegoro telah diasingkan ke
Makasar sesudah tertangkap, bukan berarti darah pejuang dari Joyodigo padam.
Walaupun saat
pecah perang Diponegoro, usianya masih menginjak sekitar 30 tahunan. Dia terus
melakukan perang gerilya bersama pengikut dari Diponegoro yang lain tersebut. Tetapi, saat
itu pada wilayah Yogyakarta banyak penjagaan oleh kompeni, Joyodigo telah memilih
perang gerilya menuju arah timur. Singkat cerita, dalam perjalanan ke arah
timur, pada setiap pos Belanda yang lengah, pasti akan diserang. Hingga pada
akhirnya, sampailah Beliau di wilayah Blitar. Di kota tersebut, tanpa
sepengetahuan pihak penguasa Blitar,J oyodigo terus melakukan perlawanan
terhadap Belanda.
Merasa wilayahnya
merasa aman dari pemerasan kompeni, lalu Adipati Blitar, mengirim pasukan telik
sandi (intel) untuk mencari siapa penyebab yang telah membuat takut kompeni di
wilayah Blitar tersebut. Hingga akhirnya, telik sandi yang telah dikirim sang
Adipati, menemukan Joyodigo di hutan yang masuk Blitar Selatan. Atas perintah
dari sang Adipati Blitar, telik sandi mengundang Beliau untuk datang ke
pendopo.
Akan tetapi permintaan
utusan Adipati Blitar ditolak secara halus. Alasan karena Joyodigo pada saat
itu, masih sibuk dalam melatih laskar untuk mengusir kompeni. Karena tolakan
halus dari Beliau tersebut, lalu telik sandi langsung pulang serta melapor
kepada Adipati. 2 tahun kemudian, lalu Adipati Blitar kembali untuk mengirim
utusan itu. Saat itu, patih di kadipaten Blitar mangkat yang harus segera
dicarikan pengganti.
Maksud dari
Adipati untuk mengirim utusan yang kedua, supaya Joyodigo bersedia untuk menjadi
pati pada kadipaten Blitar. Karena banyak pihak kompeni yang meninggalkan
Blitar karena lantara serangan gerilya pasukan Joyodigo, Beliau bersedia
menerima tawaran Adipati Blitar. Sebagai keturunan darah biru serta pernah
tinggal di keraton, saat ketika diangkat menjadi patih di kadipaten Blitar, Beliau
sudah tidak asing lagi dengan pemerintahan. Patih Joyodigo mampu untuk mengambil
kebijakan yang cakap.
Hal itulah yang bikin
salut Adipati Blitar. Karena kecakapan tersebut, lalu Adipati memberi tanah
perdikan yang berada di Jalan Melati kota Blitar. Di tanah perdikan itu, Beliau
kemudian membangun sebuah rumah besar untuk keluarganya yang diberi nama
Pesanggerahan Joyodigo. Rumah yang didirikan oleh Joyodigo tersebut, hingga
sekarang masih berdiri kokoh. Sebagai manusia biasa, walau mempunyai aji pancasona, Eyang Joyodigo akhirnya meninggal
dunia pada tahun 1905 pada usianya 100 tahun lebih.
Karena di khawatir
akan dapat hidup kembali begitu menyentuh bumi, lalu para kerabat, makam
tersebut diusahakan supaya tidak menyentuh ke tanah. Jasad Eyang Joyodigo
dimasukkan dalam peti besi, serta peti itu lalu disangga empat tiang juga
terbuat dari besi seperti yang terlihat sekarang ini.
Pada usia sudah
lebih seratus tahun itu, kan kasihan jika Eyang Joyodigo terus menerus hidup
lagi setelah meninggal dunia. Maka sebab itu, makam dibuat menggantung supaya
tidak menyentuh ke tanah. asal usul ajian pancasona Eyang Joyodigo seperti yang kami katakan ditas. Beliau
merupakan keturunan dari darah biru Mataram serta pernah menjadi patih pada
kadipaten Blitar. Untuk saudara Beliau, mantan bupati Rembang juga suami dari
RA. Kartini,” terang juru kunci tersebut yang sudah menjaga makam Eyang
Joyodigo lebih dari 20 tahun.
Sebagai makam tokoh
sakti pada jaman dahulu, pada ini makam dari Eyang Joyodigo di hari-hari
tertentu didatangi oleh para peziarah. Terutama dari kalangan spiritualis. yang
beda dengan para peziarah biasa, para spiritualis yang datang ke makam Beliau
dengan maksud tertentu. yaitu ingin berguru kepada Eyang Joyodigo melalui cara
gaib. Tujuannya, supaya untuk mendapat titisan ilmu aji pancasona. Menurut juru kunci, hingga sampai sekarang ini,
tidak ada seorang spiritualis yang berhasil untuk mendapatkan titisan ilmu aji pancasona dari Eyang Joyodigo.
Bagi masyarakat dari
Blitar, selain makam proklamator, makam Eyang Joyodigo tersebut juga
dikeramatkan. Menurut Boiran, makam Eyang Joyodigo tersebut juga dijaga dua
sosok gaib yang berwujud 2 binatang yang besar. Ialah seekor ular sebesar
batang pohon, dan seekor harimau loreng sebesar sapi. Menurut lagi, tidak hanya
dirinya yang dapat melihat kemunculan dari dua sesosok gaib. Karena tidak
sedikit para penjiarah, khususnya dari spiritualis, yang telah melihat dari kemunculan
dua sosok gaib berwujud seperti ular serta harimau tersebut.
Masih menurut
Boiran, sebetulnya dua sesosok gaib yaitu penjaga makam beliau tersebut,
dulunya ialah pengawal pribadi dari Eyang Joyodigo yang semasa hidup berasal
dari bangsa lelembut berwujud seperti binatang. Karena kesetiaan pada majikan
tersebut, hingga Eyang Joyodigo meninggal dunia, kedua sosok gaib itu masih setia
untu menunggu makam majikannya yaitu makam dari Eyang Joyodigo.
Simak Juga : Cara Memiliki Ajian Pancasona
Itulah sedikit
cerita mengenai kisah ajian pancasona Eyang Joyodigo. Semoga tulisan diatas
sebagai wawasan mengenai - Ajian Pancasona Eyang Joyodigo
loading...
Ajian Pancasona Eyang Joyodigo - Seperti yang
telah kita ketahui ajian pancasona merupakan ajian tingkat tinggi yang dimiliki
oleh orang zaman dahulu dan sangat terkenal hingga dimunculkan di film salah
satunya adalah film angling darma dimana ajian pancasona tersebut dimiliki oleh seorang wanita dan ajian rawa rontek
dimiliki seorang pria. Kenapa saya menaitkan tentang ajian pancasona dengan ajian rawa rontek. Karena kedua ajian
tersebut sama-sama memiliki kesaktian kanuragan tingkat tinggi yaitu tidak
mudah mati, walaupun tanganya terputus maka kembali sembuh lagi asal menyentuh
tanah.
Ajian pancasona merupakan ilmu yang dapat melindungi
tubuh dari segala luka. Yang istilah aji yang berarti ilmu, dan panca-sona yang
terdiri dari dua kata yaitu panca berarti lima dan sona berarti tempat. Yang
merupakan unsur kekuatan dari lima tempat yaitu bumi, langit, gunung, samudra
dan surga.
Ajian Pancasona Eyang Joyodigo
Ajian pancasona sunan kalijaga ? saya belum mengetahui secara detail dengan ajian pancasona milik sunan kalijaga tersebut. dan pada perbincangan kita sekarang ini saya akan membahas tentang ajian pancasona yang dimiliki oleh eyang joyodigo. Kisah eyang joyodigo cukup di kenal di tanah jawa. Berikut ini adalah kisah atau cerita ajian pancasona eyang joyodigo.
Ajian pancasona sunan kalijaga ? saya belum mengetahui secara detail dengan ajian pancasona milik sunan kalijaga tersebut. dan pada perbincangan kita sekarang ini saya akan membahas tentang ajian pancasona yang dimiliki oleh eyang joyodigo. Kisah eyang joyodigo cukup di kenal di tanah jawa. Berikut ini adalah kisah atau cerita ajian pancasona eyang joyodigo.
Simak Juga : Ajian Macan Putih dari Prabu Siliwangi
Jalan Melati,
Blitar, Jawa Timur, terdapat makam tua yang dikenal dengan nama makam Gantung. Pasalnya,
makam ini memang dalam posisi tidak menyentuh tanah. Sebab itu, masyarakat
Blitar menyebutnya Makam Gantung. Keunikannya, tidak sedikit para peniarah yang
pergi makam Bung Karno, menyempatkan diri berjiarah di makam gantung.
Selain mendoakan
tokoh sakti tersebut yang makamnya tidak menyentuh tanah, mereka juga ingin
menyaksikan keunikan dari makam tersebut. Karena jarak makam Bung Karno dengan
makam Gantung, hanya sekitar satu Km saja. Eyang Joyodigo, ialah nama tokoh
sakti yang makamnya dibikin tidak menyentuh tanah. Menurut dari juru kunci
makam gantung, semasa hidupnya, Eyang Joyodigo terkenal sebagai tokoh pada
zamannya yang memiliki ilmu aji pancasona.
Ilmu pancasona merupakan ajian sakti mandraguna
karena mati dapat hidup kembali, asal jasad menyentuh di tanah. Karena itu, saat
Eyang Joyodigo meninggal pada usia senja, lalu makamnya dibikin tidak menyentuh
tanah. Serta jasadnya dimasukan dalam peti besi, lalu disangga empat penyangga
yang terbuat dari besi. Karena makam tidak menyentuh tanah, walau jasad Eyang
Joyodigo disangga peti besi, masyarakat disitu menyebut sebagai makam gantung.
Sedangkan dibawah, dimakamkan para keluarga dari Eyang Joyodigo.
Masih menurut penutur
juru kunci, dalam epos Ramayana, ketika itu hanya satu orang mempunyai Aji pancasona. Yaitu saudara kembar
Sugriwo bernama Subali. Keduanya, berasal bangsa kera. Akan tetap, karena
rayuan Rahwana, lalu ilmu aji pancasona jatuh pada tangah raja dari Ngalengka in. Lantas bagaimana Aji Pancasona dapat
dikuasai Eyang Joyodigo?
Menurutnya lagi, pada
semasa hidupnya, tokoh tersebut dikenal suka sekali laku tirakat. bermacam ilmu
telah dikuasai. Salah satunya aji pancasona. Bahkan gurunya, tidak hanya dari bangsa manusia. Namun ada yang
berasal dari bangsa lelembut. Maka tidak heran, apabila Eyang Joyodigo dapat
menguasai ilmu aji pancasona yang
pemilik aslinya tersebut hanya tinggal cerita.
Eyang Joyodigo
semasa hidup telah berguru dengan sosok gaib pemilik pertama aji pancasona tersebut. Laluntas
siapa sebenarnya Eyang Joyodigo itu? Sebagaimana yang telah dituturkan Boiran
kepada Misteri, Eyang Joyodigo dulunya sahabat dekat dari Pangeran Diponegoro. Tidak
hanya sahabat, karena Beliau juga darah biru dari Mataram.
Pada tahun 1825, mimbul
perselisihan diantara Belanda sama Pangeran Diponegoro. Penyebab pihak keraton
bagi Diponegoro adalah terlalu merendahkan martabatnya. Keraton Yogyakarta,
seakan berdiri karena kemurahan hati Belanda. Tidak hanya itu saja, yang
membuat darah Diponegoro memanas. Pada aat itu, kekuasaan raja-raja ditanah
Jawa selalu dipersempit. Dan ada lagi, kekuasaan raja disamakan dengan
kedudukan pengawai tinggi pemerintahan Kolonial. Bahkan juga, pemerintah
kolonial sangat jauh mencampuri urusan keraton dengan cara berikut campur dalam
pergantian raja.
Lebih menyakitkan
lagi bagi Pangeran Diponegoro, pihak Belanda memungut pajak ternak, rumah, jalan,
dan hasil bumi pada rakyat jelata. Sebab itu, saat kompeni membuat tanda tapal
batas untuk jalan melewati tanah leluhurnya, tanda tapal batas tersebut
kemudian langsung dicabut. Dengan begitu, peperangan telah tersulut. Selama masa
peperangan berlangsung lima tahun (1825-1830), salah satu pengikut Diponegoro
yang setia ialah Eyang Joyodigo. Bersama pangeran Diponegoro, Joyodigo terus
melakukan perlawanan pada Belanda.
Tidak hanya
sekali, tokoh sakti tersebut tertangkap serta dieksekusi mati oleh Belanda. Tetapi,
karena memiliki ajian pancasona saat
jasadnya telah dibuang oleh Belanda, Joyodigo kembali hidup tanpa sepengetahuan
dari kompeni. Hingga akhirnya, di tahun 1830, Diponegoro ditangkap karena
siasat pada pihak kompeni. Akan tetapi walaupun Diponegoro telah diasingkan ke
Makasar sesudah tertangkap, bukan berarti darah pejuang dari Joyodigo padam.
Walaupun saat
pecah perang Diponegoro, usianya masih menginjak sekitar 30 tahunan. Dia terus
melakukan perang gerilya bersama pengikut dari Diponegoro yang lain tersebut. Tetapi, saat
itu pada wilayah Yogyakarta banyak penjagaan oleh kompeni, Joyodigo telah memilih
perang gerilya menuju arah timur. Singkat cerita, dalam perjalanan ke arah
timur, pada setiap pos Belanda yang lengah, pasti akan diserang. Hingga pada
akhirnya, sampailah Beliau di wilayah Blitar. Di kota tersebut, tanpa
sepengetahuan pihak penguasa Blitar,J oyodigo terus melakukan perlawanan
terhadap Belanda.
Merasa wilayahnya
merasa aman dari pemerasan kompeni, lalu Adipati Blitar, mengirim pasukan telik
sandi (intel) untuk mencari siapa penyebab yang telah membuat takut kompeni di
wilayah Blitar tersebut. Hingga akhirnya, telik sandi yang telah dikirim sang
Adipati, menemukan Joyodigo di hutan yang masuk Blitar Selatan. Atas perintah
dari sang Adipati Blitar, telik sandi mengundang Beliau untuk datang ke
pendopo.
Akan tetapi permintaan
utusan Adipati Blitar ditolak secara halus. Alasan karena Joyodigo pada saat
itu, masih sibuk dalam melatih laskar untuk mengusir kompeni. Karena tolakan
halus dari Beliau tersebut, lalu telik sandi langsung pulang serta melapor
kepada Adipati. 2 tahun kemudian, lalu Adipati Blitar kembali untuk mengirim
utusan itu. Saat itu, patih di kadipaten Blitar mangkat yang harus segera
dicarikan pengganti.
Maksud dari
Adipati untuk mengirim utusan yang kedua, supaya Joyodigo bersedia untuk menjadi
pati pada kadipaten Blitar. Karena banyak pihak kompeni yang meninggalkan
Blitar karena lantara serangan gerilya pasukan Joyodigo, Beliau bersedia
menerima tawaran Adipati Blitar. Sebagai keturunan darah biru serta pernah
tinggal di keraton, saat ketika diangkat menjadi patih di kadipaten Blitar, Beliau
sudah tidak asing lagi dengan pemerintahan. Patih Joyodigo mampu untuk mengambil
kebijakan yang cakap.
Hal itulah yang bikin
salut Adipati Blitar. Karena kecakapan tersebut, lalu Adipati memberi tanah
perdikan yang berada di Jalan Melati kota Blitar. Di tanah perdikan itu, Beliau
kemudian membangun sebuah rumah besar untuk keluarganya yang diberi nama
Pesanggerahan Joyodigo. Rumah yang didirikan oleh Joyodigo tersebut, hingga
sekarang masih berdiri kokoh. Sebagai manusia biasa, walau mempunyai aji pancasona, Eyang Joyodigo akhirnya meninggal
dunia pada tahun 1905 pada usianya 100 tahun lebih.
Karena di khawatir
akan dapat hidup kembali begitu menyentuh bumi, lalu para kerabat, makam
tersebut diusahakan supaya tidak menyentuh ke tanah. Jasad Eyang Joyodigo
dimasukkan dalam peti besi, serta peti itu lalu disangga empat tiang juga
terbuat dari besi seperti yang terlihat sekarang ini.
Pada usia sudah
lebih seratus tahun itu, kan kasihan jika Eyang Joyodigo terus menerus hidup
lagi setelah meninggal dunia. Maka sebab itu, makam dibuat menggantung supaya
tidak menyentuh ke tanah. asal usul ajian pancasona Eyang Joyodigo seperti yang kami katakan ditas. Beliau
merupakan keturunan dari darah biru Mataram serta pernah menjadi patih pada
kadipaten Blitar. Untuk saudara Beliau, mantan bupati Rembang juga suami dari
RA. Kartini,” terang juru kunci tersebut yang sudah menjaga makam Eyang
Joyodigo lebih dari 20 tahun.
Sebagai makam tokoh
sakti pada jaman dahulu, pada ini makam dari Eyang Joyodigo di hari-hari
tertentu didatangi oleh para peziarah. Terutama dari kalangan spiritualis. yang
beda dengan para peziarah biasa, para spiritualis yang datang ke makam Beliau
dengan maksud tertentu. yaitu ingin berguru kepada Eyang Joyodigo melalui cara
gaib. Tujuannya, supaya untuk mendapat titisan ilmu aji pancasona. Menurut juru kunci, hingga sampai sekarang ini,
tidak ada seorang spiritualis yang berhasil untuk mendapatkan titisan ilmu aji pancasona dari Eyang Joyodigo.
Bagi masyarakat dari
Blitar, selain makam proklamator, makam Eyang Joyodigo tersebut juga
dikeramatkan. Menurut Boiran, makam Eyang Joyodigo tersebut juga dijaga dua
sosok gaib yang berwujud 2 binatang yang besar. Ialah seekor ular sebesar
batang pohon, dan seekor harimau loreng sebesar sapi. Menurut lagi, tidak hanya
dirinya yang dapat melihat kemunculan dari dua sesosok gaib. Karena tidak
sedikit para penjiarah, khususnya dari spiritualis, yang telah melihat dari kemunculan
dua sosok gaib berwujud seperti ular serta harimau tersebut.
Masih menurut
Boiran, sebetulnya dua sesosok gaib yaitu penjaga makam beliau tersebut,
dulunya ialah pengawal pribadi dari Eyang Joyodigo yang semasa hidup berasal
dari bangsa lelembut berwujud seperti binatang. Karena kesetiaan pada majikan
tersebut, hingga Eyang Joyodigo meninggal dunia, kedua sosok gaib itu masih setia
untu menunggu makam majikannya yaitu makam dari Eyang Joyodigo.
Simak Juga : Cara Memiliki Ajian Pancasona
Itulah sedikit
cerita mengenai kisah ajian pancasona Eyang Joyodigo. Semoga tulisan diatas
sebagai wawasan mengenai - Ajian Pancasona Eyang Joyodigo